Kamis, 26 Mei 2016

Keturunan Terakhir Trah Pandawa

Cerita Wayang - Parikesit Lair (Akhir Perang Bratayudha

Perang Baratayudha telah usai, Resi Wara Bisma telah mokswa ke alam kadewatan sesuai dengan waktu yang diinginkan, setelah kematian Prabu Suyudana sebagai penutup Perang Baratayudha.

Resi Wara Bhisma dalam perjalanannya menuju surga bertemu dengan Dewi Amba, kekasih pujaan didunia. Ia kelihatan bahagia. Hal itu tidak akan terjadi kalau ia masih hidup.Karena didunia ia seorang Brahmacari.

Kurawa pun sudah habis, semua sudah gugur di medan perang Kurusetra. Demikian pula Pandawa juga telah kehilangan banyak sanak saudaranya.

Demikian pula duka mendalam Dewi Drupadi, yang telah kehilangan ayahnya, Prabu Drupada. Serta pula keluarga Wirata, telah kehilangan Prabu Matswapati, Raden Seta, Raden Utara dan Raden Wratsangka dalam Perang Baratayudha. Terlebih lagi Pandawa disamping telah kehilangan sanak saudaranya, juga kehilangan saudara saudaranya Para Kurawa, Eyangya, Gurunya, sahabat serta kerabatnya. Namun yang menjadikan Keluarga Pandawa mempunyai semangat hidup mereka masih memiliki Ibu Kunthi dan Eyang Abiyasa, Dengan kemenangan Pandawa, maka Pandawa beserta seluruh keluarga tang tersisa memasuki Istana Astina. Kedatangan Para Pandawa disambut oleh Dewi Kunthi. Dewi Kunthi terharu, karena betapa mahalnya untuk sebuah kemerdekaan Indraprasta, terlalu banyak yang menjadi korbannya. Dewi Kunthi juga mengucapkan terimakasihnya pada Kresna yang telah mendampingi Para Pandawa selama Perang Baratayudha. 

Kedatangan Pandawa telah diketahui oleh Uwa Prabu Drestarastra dan Uwa Dewi Gendari. Para Pandawa dijemput oleh Paman Yama Widura yang merangkulnya penuh keharuan. Dalam perang Baratayudha, Paman Yama Widura kehilangan satu orang puteranya, Sang Yuyutsu, telah gugur di medan pertempuran Baratayudha dipihak Pandawa. Setelah berbincang-bincang agak lama, maka datang pula Sanjaya, anak Paman Yama Widura pertama, yang disuruh Uwa nya Prabu Drestarastra, untuk meminta Pandawa ke Istana Kasepuhan, karena Prabu Drestarastra telah menyiapkan pertemuannya dengan para Pandawa.


Sementara itu Prabu Sri Batara Kresna merasakan firasat yang buruk. Prabu Kresna membisikkan agar para Pandawa berhati-hati dan waspada dalam menghadapi segala kemungkinan yang ada, karena ini mungkin perang belum selesai. Pandawa memakluminya. mereka segera menemui Uwa Prabu Drestarastra. Prabu Drestarastra sedang duduk serimbit dengan Dewi Gendari. Prabu Drestarastra memeluk satu persatu para Pandawa. Walaupun ia memeluk para Pandawa, namun sebenarnya hatinya merindukan anak anak kandungnya, yaitu Para Kurawa yang telah tiada. Sekarang giliran Werkudara yang hendak dipeluk Prabu Drestarastra. Werkudara segera mendekati Uwa’nya. Namun Prabu Kresna menarik tangan Werkudara, sambil berbisik, tidak perlu mendekati. Biar saja uwa’nya yang datang menjemput. Prabu Drestarastra menangisi kematian putera puteranya para Kurawa, karena tidak satupun yang disisakan hidup, oleh Para Pandawa. Sebenarnya Pandawa bisa saja menyisakan Suyudana untuk hidup. Tetapi semuanya sudah terjadi. Prabu Drestarastra akhirnya berdiri mendekati Werkudara. Sementara itu Werkudara berdiri dekat sebuah patung raksasa sebesar Werkudara. Werkudara menghindar ketika uwa’nya mengulurkan kedua tangannya untuk memeluknya.

Tetapi yang tersentuhlah adalah Patung raksasa yang menghalangi Werkudara dan patungpun menjadi hancur lebur. Sementara kedua tangan uwa’nya masih mengeluarkan api yang menyala-nyala. Semua terjadi karena uwa’nya telah menyalurkan aji Gumbalageni yang sebenarnya ditujukan untuk membunuh Werkudara. Keadaan menjadi hening tidak satupun orang berkata. Prabu Drestarastra menyesal telah membunuh Werkudara. Ia mohon maaf kepada Dewata karena ia tak mampu menahan nafsu balas dendam pada Pandawa khususnya Werkudara yang telah membunuh Suyudana anaknya yang paling dicintainya. Andaikata ia mampu, Werkudara akan dihidupkannya. Ia menyesal tak bisa menjaga amanat Pandu adiknya, untuk menjaga keselamatan Pandawa. Namun Dewi Gendari berkata lain, ia menyesal melihat kegagalan Prabu Drestarastra untuk membunuh Werkudara. Dewi Gandari bersupata, bahwa Kresna juga akan mengalami penderitaan Bangsa Kuru, karena Kresna adalah yang membunuh seluruh para Kurawa, walaupun tidak dengan tangannya sendiri Maka bangsa Yadawa, juga akan mengalami hal yang sama, Bangsa Yadawa akan mengalami perpecahan, hingga terjadi pertumpahan darah antar bangsa Yadawa sendiri. Prabu Kresna terperanjat mendengar sumpah Dewi Gendari.

Keadaan kembali menjadi hening, tidak satu pun orang bersuara. Prabu Drestarastra merasa bahagia ketika mengetahui Werkudara masih hidup. Werkudara kemudian merangkul Prabu Drestarastra, Prabu Destarastra mengharap diantara yang masih hidup jangan ada pertengkaran lagi, jangan ada pembunuhan lagi. Prabu Batara Kresna mohon maaf kepada Prabu Drestarastra dan Ibu Gendari serta siapa saja yang dendam pada Prabu Kresna dan juga atas nama Pandawa, yang didalam perang Baratayudha juga memakan korban banyak dari Pandawa, para putera Pandawa, termasuk juga kehilangan Saudara saudaranya dari darah Pandawa maupun Kurawa. Prabu Drestarastra akhirnya merelakan kepergian seluruh para putranya, yaitu Para Kurawa. Para Pandawa kemudian mohon pamit untuk memasuki pakuwon Pandawa. Disanalah para Pandawa beristirahat.

Sementara itu Dewi Utari telah melahirkan sorang anak yang tampan. Arjuna memberi nama Parikesit. Setelah kelahiran Parikesit, Prabu Sri Batara Kresna berpesan agar Para Pandawa tidak boleh lengah, tetap waspada, dan jagalah bayi Parikesit dari segala yang mengancam. Prabu Kresna berpesan agar jangan sampai bayi ditegakan tidak dijaga, dan dibawah kaki Parikesit, ditaruh senjata pusaka Pulanggeni yang sudah dilepas dari wrangkanya Setelah banyak berpesan Prabu Sri Batara Kresna berpamitan kembali ke Dwarawati. Karena Dwarawati dalam keadaan darurat. 
Sampai di tengah malam Pandawa masih kuat untuk berjaga menunggui bayi Parikesit yang tidur di tempatnya. Sementara itu Aswatama yang sudah lama menghilang dari medan perang Kurusetra, kini telah muncul kembali. Kali ini ia telah menghimpun kekuatan baru, yaitu bergabung dengan Resi Krepa dan Kertawarma. Kertawarma adalah adik Prabu Suyudana yang satu satunya masih hidup. Ternyata perkiraan Para Pandawa dan bahkan Prabu Drestarastra sendiri meleset, semua memperkirakan Kurawa sudah tertumpas habis. Mereka berencana mau memberontak ke Astina, untuk merebut kembali Astina ketangan Kurawa, Tetapi mereka tak ada keberanian. Pertapaan Sokalima walaupun luasnya sama dengan kerajaan Pancala, namun tidak memiliki prajurit. Mereka memutuskan akan memasuki Istana Astina secara diam diam, pada malam hari dan akan membunuh orang orang Pandawa sebanyak banyaknya.

Sebenarnya Aswatama sudah membuat terowongan di taman Kadilengen, dan sudah tembus ke Goa. Sekarang Aswatama dengan bekal sebuah obor sebagai penerang jalan, dan ditemani Kertawarma dan Resi Krepa memasuki. Namun ditengah jalan, mereka terkejut karena ada sebagian tanah yang gugur sehingga menutup jalan masuk ke goa. Aswatama terpuruk, terlebih lebih ketika api oncor padam, tidak tahu harus bagaimana. Tiba tiba saja ada cahaya yang menerangi Goa. Ternyata Dewi Wilutama datang menolong. Dewi Wilutama menerangi goa dengan sinar dari kedua telapak tangannya. Karena pintu Goa yang telah dilalui juga roboh dan menutupi pintu goa. Sehingga walaupun mereka pulang juga tidak bisa keluar. Mereka terjebak didalam goa, pulang tidak bisa, terus juga tidak bisa. Dewi Wilutama menanyakan, mau kembali ke jalan semula, atau mau meneruskan kehendaknya. Aswatama ingin meneruskan perjalanannya ke Astina. Dewi Wilutama tidak mau membantu keinginan dan tidak mau ikut bertanggung jawab atas perbuatan Aswatama yang akan dilakukan. Dewi Wilutama membuka jalan ke pintu Goa. Sehingga apabila mereka berniat mau pulang kembali, bisa lewat kepintu goa semula. dan akan keluar dengan mudah. Namun Dewi Wilutama tidak tega pada Aswatama, karena Aswatama sudah tidak bisa dihentikan niatnya. akhirnya Dewi Wilutama memberikan senjata untuk menyingkirkan tanah tanah yang menghalangi perjalananannya. Ibunda Dewi Wilutama tidak ikut bertanggung jawab apa yang hendak dilakukan oleh Aswatama, dan disarankankan anaknya pulang saja kembali ke Sokalima. Resi Krepa ganti membujuk Aswatama agar pulang saja kembali ke Sokalima. Akhirnya Resi Krepa meninggalkan mereka semua, kembali ke pertapaannya. Dewi Wilutama kembali kekhayangan.
Dalam waktu singkat Aswatama beserta Kertawarma telah memasuki Astinapura. Kertawarma tidak mengikuti kepergian Aswatama yang memasuki Istana Astinapura. Kertawarma menunggu diluar istana. Ia bersembunyi di luar Istana. Aswatama membaca mantera agar orang orang yang ada didalam Istana Astina tertidur. Sementara itu seluruh penghuni Istana telah tertidur semua. Memasuki kamar pertama, terlihat Pancawala dan Drestajumna sedang tidur dengan nyenyaknya. Tanpa pikir panjang lebar, ditebasnya calon Raja Astina baru, Pancawala dan Pembunuh ayahnya, Drestajumna sehingga terpelantinglah kedua kepalanya. Dendam masih membara ia membuka kamar yang kedua, terlihat Srikandi tidur tergeletak tidak berdaya, ia kelihatan lemah gemulai seperti wanita wanita lainnya, walaupun dalam perang Baratayudha ia kelihatan gagah perkasa bagaikan seorang pria jantan dalam menghadapi musuh musuhnya. Ia akan segera membunuhnya, tetapi dirasanya percuma saja karena tidak merasakan sakitnya kalau dibunuh, Srikandi tidak akan merasakan kematiannya. Dengan cepat penuh dendam Aswatama menjambak rambut Srikandi. Srikandi terbangun, dan terkejut ada Aswatama masuk kamar dan dirinya sudah di pegang oleh Aswatama. Ia berusaha melawan tetapi tidak berdaya. Aswatama menjambak Srikandi dan membentur-benturkan kepala Srikandi ke dinding kamar, hingga tewas. 
Dendam masih membara, ia melihat Dewi Sembadra, langsung dibunuh sebagai pembayar utang Arjuna, demikian pula Niken Larasati dan Sulastri terbunuh. Dilihatnya pula Dewi Banowati istri Prabu Suyudana, dengan pandangan sinisnya, menganggap Banowati, yang semula dihormati seluruh keluarga Para Kurawa, ternyata ia seorang wanita murahan, dengan mudah mengikuti Arjuna. Tanpa ampun lagi Banowati dibunuhnya. Aswatama tidak mengetahui posisi dimana Parikesit tidur karena pengaruh senjata Pulanggeni, dan pasti pula ada didalam lindungan Dewata. Aswatama melihat pula Dewi Drupadi, namun ketika akan membunuhnya terdengar, seperti ada suara tangisan bayi, Aswatama terkejut. Ia mengalihkan niatnya untuk membunuh Drupadi, dan ia melihat dengan mata batinnya suatu tempat yang penuh kabut. Aswatama melihat bayi itu. Aswatama memandang benci kepada Parikesit, karena Pancawala sudah terbunuh, maka bayi ini adalah pewaris tahta Astina pura. Segera Aswatama berusaha menikam bayi itu.

Tetapi kekuasaan dewa yang menentukan, tiba tiba saja keris Pulanggeni yang terletak dibawah kaki jabang Parikesit, tertendang sang bayi, dan keris Pulanggeni terpental dan menembus dada Aswatama, Aswatama tewas. Sementara ada keributan dan suara tangisan mereka yang terhindar dari pembunuhan, seperti Dewi Untari dan dewi Drupadi. Menjadikan Werkudara dan Arjuna terbangun dari tidurnya. Mereka langsung keluar dari Keputren. Sementara itu, Kertawarma bersiap memukul Werkudara, andaikata melewati persembunyiannya. Werkudara akhirnya melewati persembunyian Kertawarma. Melihat Werkudara berjalan melewati persembunyiannya, Kertawarma segera memukul Werkudara sekeras-kerasnya dengan gadanya, namun Werkudara dapat menangkisnya. Terjadilah perkelahian, antara Werkudara dan Kertawarma. Kepala Kertawarma pecah terkena pukulan Gada Rujakpala, Kertawarma pun tewas.

Pandawa pagi ini dirundung duka. Semua istri Arjuna yang berada di Istana terbunuh semua, juga Dewi Drupadi kehilangan puteranya Pancawala, Srikandi dan Drestajumena. Seluruh keluarga Pandawa berduka. Prabu Kresna kecewa tidak bisa ikut menjaga ketentraman Istana Astina. Prabu Kresna sendiri masih menghadapi pergolakan keluarga Yadawa. Prabu Kresna minta agar Puntadewa segera menyiapkan pemerintahan Astina. Untuk itu dibutuhkan pengangkatan seorang raja. Kemudian mereka merencanakan pelantikan seorang raja. Setelah mereka berembug maka ditunjuklah Parikesit menjadi Raja Astina. Mengingat Parikesit masih bayi, maka Puntadewa diminta untuk menjadi wali. Maka diangkatlah Prabu Puntadewa mewakili Parikesit. Dengan gelar Prabu Kalimataya. Uwa Drestarastra merestui pengangkatan Puntadewa menjadi Ratu Wali. Prabu Kalimataya dalam pemerintahannya dibantu oleh Sadewa, Sadewa ditunjuk menjadi patih Kerajaan Astinapura. ***

sumber: media seni budaya wayang Indonesia

Cerita Wayang Sosok Raksasa Yang Berhati Emas

Keluhuran Kumbakarna
Kumbakarna adalah seorang ksatria bangsa Raksasa yang hidup di jaman kejayaan Prabu Sri Rama dari kerajaan Ayodya. Ayah Kumbakarna adalah seorang resi bernama Begawan Wisrawa, sedang ibunya adalah Dewi Sukesi, putri seorang raja bernama Prabu Sumali. Kumbakarna adalah juga adik penguasa negeri Alengka, bernama Prabu Rahwana.
Kumbakarna adalah seorang patriot. Suatu ketika dia pernah berjasa kepada bangsa Dewa, sehingga dia diberi kebebasan untuk menentukan pilihan hadiah apa yang diinginkan dari bangsa Dewa. Adalah Batara Brahma dan Batari Saraswati yang diutus Hyang Guru untuk menemui Kumbakarna menanyakan apa yang diminta. Diyakini bahwa Kumbakarna sedianya akan meminta ‘Indrasan’, ungkapan dalam bahasa Sansekerta yang berarti sebuah keistimewaan untuk menjalani hidup mewah di negeri kahyangan Kaendran, milik Batara Indra, seperti yang terjadi pada Arjuna beberapa ratus warsa kemudian.
Tapi Kumbakarna menjadi salah tingkah dihadapan Dewi Saraswati, lidahnya kelu dan salah mengucap ‘Nendrasan’, yang berarti tidur panjang. Maka Kumbakarna pun mengalami tidur panjang. Ketika negeri Alengka kemudian diserang oleh negri Ayodya dibantu oleh pasukan bangsa Kera, Rahwana kemudian memerintahkan prajuritnya agar segera membangunkan Kumbakarna. Dibutuhkan sekelompok gajah untuk menginjak-injak tubuh Kumbakarna agar membuka matanya dari tidur panjang. Dan perlu disediakan sekeranjang makanan kegemarannya sehingga membuatnya benar-benar terbangun.
Pertama kali yang dilakukan Kumbakarna ketika terbangun adalah bicara dengan kakaknya, agar mengembalikan Shinta. Tapi Rahwana juga memiliki dalih kuat yang justru ingin melindungi Shinta yang dianggapnya telah diperalat. Apalagi saat itu pasukan Ayodya sudah hampir menuju pantai negeri Alengka. Maka Kumbakarna pun memimpin pasukan Alengka di garis depan, bukan dalam rangka membela kakaknya, tapi lebih kepada membela negerinya yang sedang menghadapi penjajah. Kumbakarna pun melawan Sri Rama tidak dengan rasa benci, yang dia lakukan hanya dalam rangka melindungi tumpah darahnya. Semua ksatria Ayodya yang terluka atau mati di tangan Kumbakarna, dia perlakukan dengan hormat dan menjunjung tinggi sikap ksatria sebagai sesama patriot.
Panah Sri Rama memutuskan kedua tangan Kumbakarna. Tapi itu tak menghentikannya. Kumbakarna tetap menggempur dengan kakinya. Sampai panah Sri Rama memutuskan kedua kaki itu. Kumbakarna tetap tidak berhenti, tanpa tangan dan kaki dia menggelindingkan badan kesana kemari menggempur prajurit Ayodya. Panah Sri Rama terakhir menigas leher Kumbakarna.
Dihari kematian Kumbakarna pun, Sri Rama mengibarkan gencatan senjata, sebagai hormatnya kepada Kumbakarna atas keberanian, dan semangat bertempur sebagai seorang pejuang, yang baru kali itu Sri Rama melihat seorang patriot seperti Kumbakarna.

sumber: media seni budaya wayang Indonesia

Selasa, 06 Oktober 2015

Begawan Palasara

Begawan Palasara,

Batara Wisnu mempunyai istri bernama Dewi Sri Sekar, dan berputera:

1.    Bambang Srigati
2.    Bambang Srinada.

Srigati menjadi raja di Medang Kemulan, dengan bergelar Prabu Sri Maha Punggung. Dimana makanan pokok berupa beras, untuk pertama kalinya tumbuh di Medang Kemulan. Cerita ini mengingatkan kisah cinta Sang Hyang Manikmaya dengan Dewi Lokawati serta Dewi Permoni, yang bertukar raga dengan Dewi Uma.

Sedangkan Bambang Srinada, menjadi raja pertama di Wirata, yang bergelar Prabu Basurata.

Prabu Basurata memiliki istri bernama Dewi Bremani Yuta, puteri Batara Brahma, dengan Dewi Sarasyati, dari Dewi Bermaniyuta, berputera:

1.    Basupati
2.    Dewi Bramana Yeki.

Setelah mengawinkan puterinya Dewi Bramana Yeki, dengan Parikenan. Prabu Basurata mokswa.

Parikenan akan menurunkan buyut buyut Pandawa dan Kurawa. Parikenan berputera Sekutrem. Sekutrem berputera Sakri, dan Sakri berputera Begawan Palasara. Dari Begawan Palasara, lahir Abiyasa, kakek Pandawa dan Kurawa.

Prabu Basupati menjadi Raja kedua, Prabu Basupati memiliki Permaisuri bernama Dewi Anganti, dan dari dewi Anganti, Prabu Basupati mendapatkan tiga putera:

1.    Arya Basunanda
2.    Arya Basukesti
3.    Arya Basumurti.

Raja berikutnya, Basunanda menjadi raja ketiga. Prabu Basunanda beristri Dewi Swakawati, dan berputera dua orang,

1.    Dewi Basundari
2.    Arya Basundara.

Putera Prabu  Basunanda tidak menggantikan ayahnya sebagai raja, tetapi adiknya, yang bernama Arya Basukesti menjadi raja yang keempat menggantikan Prabu Basunanda. Prabu Basukesti beristrikan Dewi Pancawati, dan mempubyai putera tiga orang yaitu,

1.    Dewi Basuwati
2.    Dewi Basutari
3.    Arya Basukiswara

Raden Palasara
Pemerintahan Prabu Basukesti dinilai paling berhasil dari raja raja sebelumnya. Namun bagi Prabu Basukesti tidak begitu  dengan kehidupannya pribadi. Ia bersedih, karena permaisuri telah wafat, dan berganti beberapa kali, permaisuri, selalu mangkat. Karena sedihnya, Prabu Basukesti meninggalkan Wirata, dan pemerintahan diserahkan kepada adiknya, Prabu Basumurti untuk menggantikannya, sampai bertapanya selesai.

Setelah bertapa dan mendapatkan seorang permaisuri seorang bidadari yang bernama Dewi Adrika, Prabu Basukesti kembali ke Wirata, dan menjabat sebagai raja kembali.

Putera yang bernama, Basukiswara, menggantikan kedudukan  Prabu Basukesti, ayahnya sebagai raja yang kelima.
Prabu Basukiswara beristri Dewi Kiswati, dan berputera seorang, bernama Basukethi. 

Prabu Basukethi menjadi raja yang ke enam. Prabu Basukethi beristri dengan dewi Yuki (puteri Arya Basundara) berputera dua orang,

1.    Dewi Durgandini
2.    Durgandana.

Dewi Durgandini
Durgandana, kemudian menjadi raja Wirata, ketujuh yang bergelar dengan nama Prabu Matswapati. Seorang raja yang panjang umur dan paling terkenal diantara raja raja sebelumnya.

Sedangkan Dewi Durgandini, akan memiliki sejarah dengan Kerajaan Astinapura dan menjadi nenek moyang dari Pandawa dan Kurawa. Dewi Durgandini ini yang akan melahirkan suatu cerita yang dahsyat, yaitu dengan terciptanya Rajamala dan  Saudara saudaranya, yang akan diceri takan secara perlahan lahan namun pasti sesuai dengan alur ceritanya.

Setelah bertapa, Palasara,  bertemu dengan Dewi Durgandini di sungai Yamuna. Ia menjadi juru penambang, yang membantu menyeberangkan orang orang yang akan menyeberang. Palasara tertarik dengan kecantikan Dewi Durgandini. Namun baunya sangat amis dan busuk, kelihatannya tubuhnya penuh dengan nanah. Begawan Palasara mencoba mengobatinya. Keduanya berendam dalam sungai. Palasara mengobati Dewi Durgandini.

Digosoknya dengan lembut kulit punggung Dewi Durgandini. sehingga nanah dan lukanya menjadi bersih, Kini tubuh Dewi Durgandini bersih dari penyakit kulit, dan baunya menjadi harum punggungnya kelihatan bersih berkilat kilat diterpa sinar matahari.
  
Dewi
Bagai tertantang dengan gairah, sebagai orang muda dan masih perjaka, Palasara tidak kuat menahan gejolak jiwanya, beberapa kali terpancar “saripati” dari tubuhnya, dan jatuh kedalam sungai. Air “saripati” itu bercampur dengan rontokan penyakit dewi Durgandini, maka terciptalah Rajamala. Kemudian muncul beberapa satria  Kicakarupa, Rupakica. Setatama, Dewi Rekatawati atau Dewi Ni Yustinawati, juga Gandawana. 

Kehadiran mereka, menjadikan Palasara harus mengakui menjadi puteranya. Dewi Durgandini akhirnya diperistri oleh Palasara. Dewi Durgandini, yang dikenal dengan nama Dewi Rara Amis, berganti nama dengan Dewi Setyawati. Putera  angkat Palasara (Kicakarupa cs.) oleh Durgandini diantar ke Wirata, dan mereka di terima oleh Prabu Matswapati. Kebetulan Prabu Matswapati belum memiliki Permaisuri, maka  Dewi Ni Yustinawati atau Dewi Rekatawati dijadikan istrinya.

Dari perkawinannya dengan Dewi Rekatawati, atau Ni Yustinawati, Prabu Matswapati memperoleh putera : 

1.    Raden Seta,
2.    Raden Utara,
3.    Raden Wratsangka,
4.    Dewi Utari.

Prabu Matswapati banyak berjasa pada Pandawa.

1.    Prabu Matswapati menghibahkan tanah Alas Wanamarta kepada Pandawa, untul dijadikan  negara tersendiri, menjadi negeri Amartapura atau Indraprasta.

2.    Tanpa sepengetahuan Prabu Matswapati dan seluruh punggawa Wirata, menerima Para Pandawa berada di Wirata, didalam masa pembuangannya.  Selama Pandawa mengasingkan diri di Wirata, terdapat peristiwa mencekam, dimana putera angkat Begawan Palasara (Kicakarupa, rajamala, Rupakica) mengadakan pemberontakan untuk menggulingkan kekuasaan Prabu Matswapati.

Prabu Sentanu
Namun tidak dengan peperangan, melainkan dengan adu jago. Jago dari kanoman, Rajamala melawan jago dari pihak Matswapati Jagal Abilawa, yaitu Werkudara yang sedang menyamar. Werkudara dapat mengakhiri ambisi Kicakarupa dan saudara saudaranya.

Yaitu dengan tewasnya Rajamala, Kicakarupa dan Rupakica. Tanpa disadari oleh Pandawa, bahwa mereka sebenarnya ada tali persaudaraan, mengingat Palasara adalah ayah Kakek Abiyasa, jadi Kicakarupa, Rupakica dan Rajamala termasuk para kakeknya Pandawa, seperti halnya dengan kakek Abiyasa. Setatama saudara Kicakarupa diangkat menjadi patih Wirata oleh Prabu Matswapati, mengganti jabatan yang ditinggalkan Kicakarupa.  Namun Setatama belapati membela saudara saudaranya. Setatama tewas oleh Jagal Abilawa. Demikian pula Gandawana, saudaranya yang lain tewas  melawan Jagal Abilawa. 

Setatama beristri dewi Kandini, dan berputera Arya Nirbita. Prabu Matswapati tanpa mempertimbangkan pengabdian Setatama, ayah Nirbita, yang kurang baik, mengangkat Arya Nirbita puteranya, menggantikan ayahnya Setatama.


Dewi Rara Amis
 Arya Nirbita beristri dewi Kuwari anak Resi Kidang Talun dari Gajahoya, Dari Dewi Kuwari, Nirbita mendapat seorang anak bernama Arya Kawakwa. Dalam perang Baratayuda Patih Nirbita yang memimpin pasukan Wirata, tewas ketika  melawan Prabu Salya. 

Peristiwa terbunuhnya Kicakarupa, Rupakica dan Rajamala, menyebabkan sekutunya, Prabu Susarma bersama Astina menyerang Wirata. Pada akhirnya seorang Pandawa yang menyamar sebagai orang kandhi atau banci, bernama Kandhi Wrehatnala atau Arjuna berhasil mengalahkan serangan pasukan dari Keraajaan Trigarta dan Astina. Oleh Prabu Matswapati, Abimanyu dengan persetujuan Para Pandawa dan Prabu Kresna, Abimanyu dikawinkan dengan Dewi Utari Kelak dari Dewi Utari ini, akan lahir Parikesit yang akan menjadi raja Astinapura, setelah Perang Bharata Yudha.

3.    Wirata menjadi pusat perjuangan pembebasan Kerajaan Amarta dan Astinapura, dimana Prabu Matswapati beserta ketiga puteranya, Seta, Utara dan Wratsangka tewas menghadapi Pandita Durna dan Prabu Salya dari Mandaraka. Untuk selanjutnya dapat bergabung dengan Leluhur Pandawa Kurawa, Babat Alas Wanamarta dan Parikesit lahir, dan sebagainya.

SEKIAN

sumber: media seni budaya wayang Indonesia

Jumat, 02 Oktober 2015

Kidung Jawa

KIDUNG PANGURIPAN
"Sebuah Renungan Yang Mendalam Akan Kehidupan"
MACAPAT I
Padang rembulane 
kembang arum
Wengi gumelar tabuh samun
Moco ati eling ing kalbu
Sukmo nafas pas 
di dudut landung
Tepis wiring ndalu sepi suwung
Ono tembang mecah 
ati ngalamun
Ngudar werdi wadine Hyang Agung

Jroning tembang mijil, maskumambang
Kinanti tekan sinom den gulang
Sinom lelumban manise tembang
Dandanggula, asmaradana ngudang
Durma gambuh ngagar pedang
Pangkur paring pitutur padang
Megatruh pucung ngadang ing dalan
Wirangrong nganggit crita pepindan
Tan wurung dadi dongeng ing dalan

Terjemah:
Dalam tembang Mijil , Maskumambang
Kinanti dan Sinom bersifat mengajarkan kebaikan
Sinom, bersukaria dalam masa remaja
Dimanja dalam angan-angan manis (api cinta)
Sehingga menjadi emosional
Dalam tembang pangkur ada pelajaran yang berharga
Kalau tidak memperhatikan akan mati sia-sia
Hanya jadi bahan crita anak cucu dan semua orang.

Iku macapat paring weling
Macapat maca sifat margane eling
Eling sangkan paraning dumadi
Weruh kawruh tan titi permati
Jrong alam donya gemelare bumi
Jrong batin gemelare ati
Iku kang sinandang pasti
Ha na ca ra ka
Da ta sa wa la
Pa da ja ya nya Ma ga bha tha nga

Terjemah:
Itu makna pesan tembang Mocopat
Mocopat berarti membaca sifat
Tahu asal-usul kehidupan dan kematian
Tahu dan memperhatikan
Dalam hidup di dunia
Juga dalam kehidupan batin
Itu pasti
Seperti maksud: Ha Na Ca Ra Ka, Da Ta Sa Wa La
Pa Da Ja Ya Nya, Ma Ga Ba Tha Nga

MACAPAT II
Serat Ha na ca ra ka
Kacipta munggahing dadi duta
Manungsa sukma lan raga
Ala becik sandange donya
Mampu medar limang perkara

Terjemah:
Surat Ha Na Ca Ra Ka
Tercipta sebagai duta
Dalam manusia itu ada jiwa dan raga
Maksudnya baik dan buruk ada di dalamnya
Mampu mengupas lima sifat baik dan buruk

Da ta sa wa la kang dadi wadi
Janina tan bisa suwala pasti
Ya dzat tan suwala kang dadi werdi
Ing antara panyuwun lan kersane gusti
Manungsa wajib ngabekti

Terjemah:
Rahasia Da Ta Sa Wa La
Manusia tak mampu mengingkarinya
Ya zat yang tidak mampu menolak kehendak Tuhan
Antara kemauan manusia dan kemauan Tuhan
Manusia wajib berbakti

Pa dha ja ya nya sifatipun
Sifat loro sak jodo tan wurung sampun
Yen gampang luwih gampangipun
Yen angel angel kalangkung
Kabucal siti tangeh lamun

Terjemah:
Sifat sama kuatnya
Dua sifat berlawanan tidak dapat dihindarkan
Mudah untuk memilih
Sulit untuk menentukan
Dibuang satu tidak mungkin

Ma ga ba tha nga kang akhire
Bareng murka sukma raga pagete
Mangsuli crita kebak reronce
Ala becik dadi sanguine
Neraka apa suwarga dununge

Terjemah:
Sukma raga akhirnya jadi bangkai
Bersamaan pisahnya sukma dengan raga
Menjawab rumitnya rahasia cerita
baik dan buruk adalah hasil perbuatan
Di neraka maupun di surga

MIJIL
Jroning peteng sangkaning dumadi
Porang jabang bayi kersane gusti mijil
Sinebut mijil metu ugo lahir
Mijil dalane jalu dalane estri
Mijil ngunduh woh pakarti
Mijil ponang nangis cenger ndodog bum
Dados bayi wading ati
Bapa biyung mbopong asih
Bapa biyung ngudang ring wengi

Terjemah:
Dari gelap asalnya hidup manusia
Kelahiran bayi kehendak yang Kuasa
Dinamakan Mijil artinya lahir
Lahir bisa laki-laki, bisa juga perempuan
Lahir karena buah perbuatan
Lahir bayi menangis,sebagai tanda kehidupan di alam nyata
Jadi bayi tambatan hati
Bapak Ibu merawat penuh kasih sayang
Bapak Ipu memanjakan siang malam

Mijil: Lahir

MASKUMAMBANG
Maskumambang dadi tembang
Menyuhake polahe sang ponang
Angiedung Mijil ponang den kudang
Guyune ponang suka kang nyawang
Tan mbedakno wadon apa lanang
Ati bungah bapa biyung padang
Ati nangis kelangan sang ponang
Crita ginurit jroning maskumambang

Terjemah:
Maskumambang sebagai lagu
Membuat terharu (bahagia) setiap gerak sang bayi
Menghibur dengan berharap dari kelahiran sang bayi
Senyumnya bayi membuat senang yang melihatnya
Tak membedakan laki-laki ataupun perempuan
Orang tua sangat bahagia
(Di saat bayi tak berumur panjang)hati sedih tak terkirakan
Semua cerita tak terumpamakan dalam tembang dan syair maskumambang

Maskumambang: Emas terapung, air mata, mengaharukan

KINANTI
Jabang bayi wodhing ati kinanti
Kinanti kinanten di tuntun kang dadi werdi
Bapa biyung pawitan titi
Ngrekso peparing gusti
Rina dumugeng wengi
Tan pegat piwulang siji
Dupi karso Agomo ageming aji
Dados priyayi ing teladan bumi

Terjemah:
Bayi adalah jembatan hati yang berharap tuntunan
Ditunutun, digandeng itu yang menjadi artinya
Bapak Ibu selalu bermodal teliti (telaten)
Merawat amanah Tuhan Yang Maha Esa
Dari Siang sampai Malam hari
Berharap menjadi manusia yang beragama berakhlak mulia
Berharap menjadi manusia yang dihargai dalam kehidupannya di muka Bumi

Kinanthi: Dituntun, digandeng

SINOM
Tembang sinom pangeran katon
Nyangking rina wengi mbabar lelakon
Rikolo bayi banyu gege wus keprabon
Najan gede nanging jiwa isih enom
Bedane wus ora turu nang pangkon
Pindo lakune dina mangulon
Satindake dadi lakon
Satindake dadi pitakon
Ywa nganti luput dadi layon

Terjemah:
Nyanyian Remaja bagai penampakan sang pangeran
Membawa siang malam, membuka cita-citanya
Di saat bayi dimandikan dan menjadi remaja
Meskipun besar jasmaninya tetapi jiwanya masih muda
Yang membedakan, tidurnya tidak lagi dipangkuan
Seperti hari-hari berjalan ke arah barat
Setiap tindakannya menjadi lakon
Setiap tindakannya menjadi pertanyaan
Jika tidak hati-hati dapat tidak tertolong

Sinom: Si-enom, nom-noman, remaja

DHANDANGGULO
Angen manis puspito lagu ngetus samirana
Tabuh wektu ngetung dina
Ponang gede dewasa salin salaga
Wani mbeka ngugung salira
Mbekane sang enom gampang kena reka
Mulo enom pikir gampang keno asmara
Mulo enom pikir gampang keno goda
Karep duwur sundulangit kemul mego
Tan mampu ngudar panca driya
Mung manis manis kang dadi sedya
Tan weruh manis pahit isening donya
Lamun jroning jiwa tan pirsa panca driya
Dadi menus……..cilaka

Terjemah:
Melamunkan keindahan, bersama nyanyian dan angin semilir
Detak waktu menghitung hari
Sang bayi menjadi remaja berubah sifatnya
Berani kepada orang tua, menuruti hawa nafsunya
Itulah sebabnya remaja muda mudah terperdaya
Karena darah muda gampang kena asmara
Karena darah muda gampang tergoda
Angan-angan setinggi langit, berselimut mega
Tak mampu membuka panca indera
Angan-angan hanya yang manis-manis saja
Tak tahu pahit getirnya hidup di dunia
Sekali lagi, itu karena tak mampu membuka panca indera
Apabila manusia tak terurus......celaka

Dhandanggulo: Berangan-angan yang manis-manis

ASMARADANA
Pepajange tembang asmaradana
Panjange den arani asmara dahana
Werdine sifat janmo jroning asmara
Pinda padang rembulan padangeadang rembulan padange rina
Wong enom tan waskito rusaking jiwa raga
Tan emut welinge ibu lan rama
Agni ngobong ati ngidung asmara
Dadi lakon keprabon pinda raja

Terjemah:
Hiasan tembang asmaradana
Singkatan dari asmara dahana (asmara yang berapi-api)
Rahasianya sifat manusia dalam asmara
Seperti terangnya rembulan terangnya matahari
Remaja yang tidak waspada merusakkan jiwa dan raga
Tak ingat pesan Bapak dan Ibunya
Api membakar, gelorakan lagu asmara
Menjadi lakon(tokoh idola), bagaikan raja berkuasa

Asmaradana: Asmara Dahana(api asmara, gelora cinta)

GAMBUH
Paribasan basa gampang nambuh
Banyubening ora weruh
Jejogetan turut dalan ewuh
Bapa biyung weling ora patuh
Angel ngaku gampang nambuh
Yen ta lara wus tekan abuh
Yen sare awan tangine tan krungu subuh
Kang tinandur ra ana kang diunduh
Bapa biyung njelih sora…….aduh

Terjemah:
Istilah bahasanya cuek, acuh tak acuh
Seperti air jernih yang tak terlihat
Menari sepanjang jalan tak merasa malu
Tak patuh pesan Bapak Ibu
Sulit berkata jujur, acuh tak acuh
Jika itu sakit, maka sudah bengkak dan kronis
Jika tidur, bangun siang, tak mendengar suara adzan subuh
Hasil perbuatannya itu banyak yang tak berguna
Bapak Ibu berteriak........ aduh!

Gambuh: Gampang Nambuh, Cuek:Acuh Tak Acuh

DURMA
Mundur kang dadi tata krama
Dur iku duratmoko duroko dursila
Dur iku durmogati dursosono duryudono
Dur udur tan mampu nimbang rasa
Dur udur paribasan pari kena
Maknane nglaras rasa jroning durma
Sinom dhandanggula kang sinedya
Lali purwaduksina kelon asmaradana
Lali wangsiting ibu lan rama
Mangkono werdine gambuh durma
Amelet wong enom ing ngarcapada
Pan mangkono
Jarwane paribasan parikena

Terjemah:
Mundur (menjauhi) dari etika
Dur, itu pencuri, penjahat tak beretika
Dur, seperti Durmogati, Dursasana, Duryudana
Dur, mau menang sendiri, tak menimbang rasa
Dur, perumpamaan sekenanya
Itu perumpamaan Durma
Remaja dalam mimpi-mimpi indah
Lupa segalanya berpeluk asmara
Lupa pesan Ibu Bapaknya
Seperti perumpamaan Gambuh dan Durma
Yang selalu memikat semua kaum remaja dalam kehidupan di muka bumi
Seperti itu,
maksud pengertian sekenanya

PANGKUR
Kadya kesandung malih mungkur
Dawane dalan dawane umur
Wadine Gusti wadine kubur
Sifat tan bisa di waca ngawur
Iku Werdine macapat dudu turu nglindur
Urip kudu ngilo banyu bening sumur
Ati rasa pakarti wus tinandur
Ora akur pakarti udur kudu dicukur
Lakune ding ngepange arep mungkur
Kepesten nyangking kidung pangkur
Pangkur ngepange karep arep mungkur
Pinda lakune wus celak pegat umur
Pinda wadine mijil dongeng pangkur
Cilakane menus belis ninggal pitutur
Tan weruh ragane ancur
Kepetak jroning kubur

Terjemah:
Seperti tersandung, menengok ke belakang
Panjang jalan, panjangnya umur
Rahasia Tuhan, rahasia alam kubur
Membaca sifat, tak dibaca ngawur
Itu maksud Mocopat, bukan tidur mengigau
Hidup perlu bercermin pada air sumur yang bening
Hati merasa telah menanam benih kebaikan
Tak sepakat, perilaku tercela, berani mencukur
Perjalanan haria, bercabangnya pikir karena telah uzur
Kepastian membawa, memahami tembang Pangkur
Pangkur, hidup dipersimpangan masa remaja dan masa tua
Sepertinya perjalanan dekat dengan kematian
Seperti rahasia lagu Mijil sampai pada Pangkur
Celaka.... manusia tak berbudi, meninggalkan pesan-pesan orang tuanya
Tak mengerti disaat raga akan hancur
Karena dikubur dalam tanah

Pangkur: Ngepang Mungkur, Bercabang menjelang uzur

MEGATRUH

Ana pegat ora aruh-aruh
Ana pegat ora ana sing weruh
Wit bondo uwoh dosa tan wanuh
Wis lali crita nabi Nuh
Urip tan mampu ngudar kawruh
Urip ngumbar uyuh
Dupi eling raring puspita megatruh
Jroning Mijil tumekeng sinom pupuh
Alam batin mangsih mungsuh
Alam padang tan ngangsu kawruh
Yen wus tumekeng raga pegatan ruh
Raga sukma dumunung ora weruh
Gara-gara tan esti gusti paring dawuh

Terjemah:
Perpisahan tak pernah memberi tahu
Perpisahan tak ada yang tahu
Dunia materi berbuah dosa, tak mengerti
Tak ingat cerita nabi Nuh
Hidup tak mampu memahami baik dan buruk
Hidup hanya kencing di sembarang tempat

Ketika ingat menjelang ajal
Saat lahir dan hidup dalam dunia remaja
Dalam jiwa bertemu musuh
Dalam kehidupan tidak menimba pengetahuan
Jika sukma dan raga berpisah
Tak tahu kemana sukma pergi dan kemana raga berada
Akibat tak pernah memperhatikan perintah Tuhan

Megatruh: Megat ruh, Memisah ruh dari raga

POCUNG
Ana surya suntrut medal saking timur
Ono mego takon padange wurung
Ana gelo gelane Bapa Biyung
Ana pitakon mlayu sakulon gunung
Kang nunggoni deleg-deleg bingung
Raga katata ngalor mujur
Jroning peteng sepi samun
Ngindit dosa gede sak gunung
Tan weruh sukmo dumunung
Pucung werdine gempita agung
Pucung pocong werdine ayun

Terjemah:
Ada mentari bersinar kelabu dari timur
Ada mega bertanya:”mengapa surya tak jadi bersinar?”
Ada yang merasa kecewa, kecewanya Bapak dan Ibu
Ada kata tanya berlari ke sebelah baratnya gunung
Yang menunggu ibarat arca orang bingung
Saat raga dihadapkan membujur ke arah utara
Dalam gelap gulita dan sunyi
Memikul beban dosa seberat gunung
Tak tahu sukma bersemayam dimana?
Pocung artinya kematian yang menjadi rahasia Alam Raya
Pocung artinya batas akhir kehidupan manusia

Pocung: Orang mati dikafani(dipocong)

WIRANGRONG
Laku ngancani dino wus putus layon
Sambat sapa yen wus manjing ngerong
Mlarat sugih Pangkat tumekeng garong
Nora mandang drajating uwong
Tiba wurung kadung kapetak ngerong
Jagat gumelar kebak pitakon
Jagat gumelar dikiro keprabon
Jagat gumelar kebak lakon
Jagat gumelar kersane Hyang Manon

Terjemah:
Jalan berteman hari, terputus kematian
Mau minta tolong siap kalau sudah dikuburkan
Dari yang melarat, yang kaya, yang berpangkat sampai perompak
Tak memandang derajad manusia
Mau menyesal tetapi terlanjur sudah dikubur
Alam raya penuh rahasia dan pertanyaan
Alam raya penuh sejarah/cerita
Alam raya kehendak Yang Maha Kuasa

PUNGKASAN
Mangkono werdine macopat
Gyo ngerti mring anane sifat
Sifat lahir sifat urip sifat wafat
Yen wus manuh pepesten jagat
Langit peteng padang sumilak
Ing tawang obyor lintang katah
Yen ati mampu natah manah
Kadya kang ginurit wursito wara
Jroning tembang dolanan

Terjemah:
Itu cerita tentang arti tembang Mocopat
Segera belajar untuk tahu tentang sifat hidup
Yakni: sefat lahir, sifat hidup, sifat mati
Agar memahami kepastian alam
Ibarat, Langitnya gelap, namun terang benderang
di angkasa bertaburan bintang bersinar
Jika hati mampu mengukir rasa
Seperti sastra indah, puisi kitab suci
Dalam tembang dalam permainan

Terang bintang di angkasa memandang
Sorot terang ibarat siang hari
Hidup tak lama, lalu mengapa banyak rugi?
Tak mampu menjaga jiwa dan raga
Jika tak mau menuntut ilmu

ILIR-ILIR
Lir ilir-lir ilir
Tandure wis sumilir
Tak
Tak sengguh penganten anyar

Cah angon-cah angon
Penekno blimbing kuwi
Lunyu-lunyu penekno
Kanggo mbasuh dodotiro

Dodotiro dodotiro
Kumitir bedahing pinggir
Dondomono jlumatono
Kanggo sebo mengko sore

Pumpung padang rembulane
Pumpung jembar kalangane
Yo surak o surak hore

Gumebyar lintang nglaras ing tawang
Cemlorot wulan padang pindo yayah rina
Urip tan suwe, katah tunanipun
Raga sukmo ngrekso tan mampu

Terjemah:
Angin semilir terasa nyaman
Tanaman sudah mulai tumbuh
Subur rindang daun berwarna hijau
Dikira sepasang penganting baru

Anak-anak Penggembala
Panjatkan belimbing itu
Meski licin tetap memanjat
Untuk memncuci ingus hidungmu

Ingus-ingus di hidungmu
Selalu basah dan mengalir di ujung hidung
Bersihkan dan buanglah
Untuk hadir, menghadap nanti sore

Selagi rembulan bersinar terangnya
Selagi pelangi melingkari rembulan
Semangatlah, semangatlah

JAMAN EDAN
Tawang gumelar agung
Semilir samirana tan ana rerindu
Ati nglambrang ketangsang tanpa ruh
Legeg-legeg amarikelu sedeku
Mejo kursi siji kendi ora kebak toga kancaku
Nyawang sangga wang langit tawang biru

Ndudut ati sumedat dada puluhan yuta utangku
Waspa ndadidir lekuking irung
Anak wis umur sekolah wurung
Dolan playon turut lurung
Aduh biyung

Duh gusti ingkang moho agung kumecap lati tumekeng dada ngilu
Apa iki jaman edan temurun?

Ewuh ayo pambudi laku
Ana kudu ngedan tiru-tiru
Elu-elu melu ngatut lakune nafsu
Oh …… ragaku
Oh ........ nyawaku
Melas iro lumaku

Landunge nafas sukmaku
Nyiram adem mring karep kesusu
Eling welinge bapa biyung
Eling marang Hyang wiku
Begjane kang lali mangsih-kesiku
Luwih begja eling waspada satuhu

Terjemah:
Saat langit menggelar keindahan yang Agung
Angin bercengkerama tak ada yang ganggu
Hati melamun jauh tanpa tujuan
Bagai arca yang diam membisu
Satu meja,satu kursi, sekendi air sebagai temanku
Melamun memandang langit biru

Hati gundah, dada sakit hutang puluhan juta
Air mata mengalir di lekuk hidung
Anak dan berumur tak jadi sekolah.....

sumber: media sastra jawa >> http://pena-batang.blogspot.co.id/ 


Gendhing Asmaradana pl.6